Web Toolbar by Wibiya
Berita Terbaru :
Showing posts with label JEJAK DZURRIAT ROSULULLAH. Show all posts
Showing posts with label JEJAK DZURRIAT ROSULULLAH. Show all posts
 ((- HABIB 'ALI BIN JA'FAR BIN SYECH AL FARGAS -))
Alangkah baiknya bila semua keluarga 'Alawiyin mengetahui akan Manaqib Al Habib 'Ali bin Ja'far bin Syech Al Fargas ini.Tiadalah orang dapat mengurus nasab sebelum mengenal siapa dan apa saja hasil maha karya Al Habib 'Ali bin Ja’far bin Syech Al Fargas

Al Habib 'Ali bin Ja'far bin Syech Al Fargas lah yang pertama kali mensensus kebenaran nasab para 'Alawiyyin seluruh nusantara.

Beliau adalah seorang yang menjauhkan diri dari ketenaran(khumul) yakni mengikut kebiasaan para datuk-datuknya terdahulu.Beliau adalah An Nassabah Al Wali Al Habib Ali bin Ja’far bin Syech Al Fargas Al Ahmad Maula Maryamah Al Alwi Abdurrahman Asseggaff.

Al Habib Ali bin Ja’far bin Syech Asseggaff lahir di Palembang Sumatera Selatan 22 Rabi’ul Awwal 1307 H/16 November 1889 M, beliau adalah generasi pertama yang lahir di Nusantara. Kakek/datuk dari Habib Ali adalah Al Habib Syech bin Sagaf bin Ahmad Aseggaff dikenal seorang yang ‘alim di masanya, beliau lahir pada tahun 1258 H/1842 M dan wafat 1322 H/1905 M di Seiwun Hadramaut Yaman Selatan.

Silsilah dari garis ayah :@_@
Ali bin Ja’far bin Syech bin Sagaf bin Ahmad bin Abdullah bin Alwi bin Abdullah bin Ahmad bin Abdurahman bin Ahmad bin Abdurrahman bin Alwi bin Ahmad Maula Maryamah bin Alwi bin Al Imam Al Qutb Abdurrahman Asseggaff bn Muhammad Mauladawilah bn Ali bn Alwi Al Qhoyyur bin Muhammad Faqih Muqaddam bn Ali bn Muhammad Shohib Mirbat bin Ali Kholi' Qasam............ Rasulullah MUHAMMAD SAW.

Silsilah dari garis ibu :
Syarifah Futum binti Alwi b Ahmad b Alwi bin Ahmad bin Al Qutb Ali bin Abdullah bin Abdurrahman bin Ali bin Aqil bin Abdullah bin Abubakar bin Alwi bin Ahmad bin Al Imam Al Qutb Abubakar As Sakran bin Al Imam Al Qutb Abdurrahman Asseggaff bn Muhammad Mauladawilah bn Ali bn Alwi Al Qhoyyur bin Muhammad Faqih Muqaddam bn Ali bn Muhammad Shohib Mirbat bin Ali Kholi' Qasam dan terus bersambung kepada Baginda ROSULULLAH SAW.

Ayah dari Habib Ali adalah Al Habib Ja’far bin Syech bin Saqaf Asseggaff lahir di Sewon,beliau adalah seorang penyiar agama Islam yang berhijrah dari Sewon Hadramaut ke Palembang, kehidupan beliau sangat sederhana. Di Palembang Al Habib Ja’far bin Syech bin Sagaf ini menikah dengan As Syarifah Futum binti Alwi bin Ahmad bin Alwi bin Ahmad bin Al Qutb Ali bin Abdullah Asseggaff. Dari pernikahan ini lahirlah Al Habib Abdullah dan Al Habib Ali(An Nasabah/shohibul Manaqib). Kemudian Al Habib Ja’far bin Syech Asseggaff berhijrah ke Jakarta dan menikah dengan Syarifah Rugayyah binti Abdullah bin Husin bin Abdurrahman bin Sahl Jamalullail. Dari pernikahan ini lahirlah Habib Umar dan Khadijah. Al habib Ja’far bin Syech terus melanjutkan dakwanya di Wilayah Jawa barat hingga beliau wafat di wilayah Cijeruk Sukabumi.

Kisah Dalam Menuntut Ilmu

Al Habib Ali bin Ja’far menghabiskan masa kecilnya di Palembang,menjelang remaja beliau di kirim ke Sewon tempat kelahiran ayahnya. Pada masa itu di Sewon dipenuhi bintang gemintang ulama yang memiliki keunggulan dalam bidangnya masing masing. Diantaranya adalah Al ‘Allamah Al Wali An Nassabah Mufti Hadramaut Shohibut Fatwa Al Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husin Al Masyur Syahabuddin. Al Habib Ali bin Ja’far saat itu belajar langsung dengan Al Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husin Al Masyhur ini. Bagi Alawiyin yang mengerti dan belajar nasab maka nama Al Habib Abdurrahman ini sangat dikenal dan menjadi satu dengan ilmu nasab. Beliaulah pengarang kitab Nasab yang merupakan panduan utama buat meneliti dan menentukan kebenaran nasab seseorang. Kitab tersebut adalah Syamsu Azh-Zhahirah,Al Habib Ali bin Ja’far dalam beberapa tahun mengkaji dan mempelajari kitab nasab tersebut secara teliti dan menyeluruh. Pada saat Al Habib Ali bin Ja’far ini pulang ke Indonesia, beliau membawa 7 Jilid Kitab Nasab yang merupakan karya dari Al Allamah An Nasabah Al Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husin Al Masyhur Syahabuddin.

Sensus Alawiyyin Nusantara

Dengan berpijak kepada buku “Syamsu Azh-Zhahirah” ini maka An-Nasabah Al Wali Al Habib Ali bin Ja’far bin Syech bin Sagaf Al Fargas Al Ahmad Maula Maryamah Asseggaff melanjutkan pencatatan nasab ini hingga pada generasi beliau dengan melengkapi catatan tambahan. Al Habib Ali bin Ja’far bin Syech Assegaf atas bantuan dari Al Habib Syech bin Ahmad bin Muhamad bin Umar bin Syahabuddin melaksanakan sensus Alawiyin dan selesai pada tanggal 18 Dzulhijjah 1358 H / 28 Januari 1940 M. Jumlah yang tercatat saat itu adalah 17.764 orang. Sensus ini dilakukan per-daerah yang memuat secara rinci data-data Alawiyin baik itu daerah, tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, statusnya, Umurnya, kemampuan bahasa Arab, Indonesia atau Belanda, dihimpun dalam satu buku yang menyajikan data tersebut secara tertib dan terperinci. Buku ini cukup besar dan tebal karena menyebutkan nama satu individu hingga beberapa generasi ke atas serta dengan keterangan keterangan yang lengkap. Sebagai contoh sensus daerah Betawi,Surabaya,Palembang,Pekalongan dan lain lain. Dari buku buku sensus perdaerah ini selanjutnya di buat satu buku yang hanya memuat Nama daerah,jumlah Alawiyin yang ada dan nama qabilah qabilah yang ada di daerah tersebut. Buku ini tipis dengan ukuran kertas yang biasa atau dengan kata lain buku ini merupakan Buku Rekap Sensus Alawiyin.

Dari hasil sensus ini oleh An Nasabah Al Walid Al Habib Ali bin Ja’far bin Syech Al Fargas Al Ahmad Maula Maryamah Asseggaff dihimpun dalam buku nasab sebanyak 7 Juz / jilid. Buku ini memuat dengan rinci semua alawiyin diberbagai Negara yakni Indonesia, Semenanjung Melayu, Singapora, Yaman Selatan dan Utara, Afrika,India,Oman dan lain lain. Buku Al Habib Ali bin Ja’far ini sempat ditulis ulang di Singapora, sama persis dengan yang asli hanya saja berbeda style tulisannya. Buku 7 Juz/jilid karya Habib Ali bin Ja’far ini adalah kelanjutan dari buku 7 jilid karya dari Al Allamah Habib Abdurrahman bin Muhammad bin Husin Al Masyhur Syahabuddin .Selanjutnya pada tahun 1954 didirikan Lembaga Pencatatan,Penelitian dan Pemeliharaan Nasab Alawiyin yang dinamakan “Al Maktab Ad Daimi”, yang berpusat di Jakarta. Karena peranan Al Habib Ali bin Ja’far yang sangat menguasai tentang nasab saat itu maka tidak ada orang yang pantas menduduki jabatan ini kecuali beliau,beliaulah yang diangkat sebagai Ketuanya dan wakilnya adalah Habib Hasyim bin Muhammad Al Hadi bin Ahmad Al Habsyi,disamping itu juga ada 2 orang sebagai penasehat lembaga ini yaitu Habib Alwi bin Thahir Al Haddad(Mufti Johor) dan Habib Ahmad bin Abdullah As Shofie Asseggaff. Pada masa kepengurusan ini Al Habib Ali bin Ja’far Asseggaff menyerahkan buku 7 jilid yang beliau bawa dari Hadramaut karya Al Allamah Abdurrahman bin Muhammad bin Husin Al Masyhur Syahabuddin kepada pengurus Maktab Ad Daimi saat itu,sementara buku 7 jilid karya Al Habib Ali bin Ja’far Asseggaff tetap ditangan beliau.Dari 7 jilid buku nasab ini kemudian dikembangkan menjadi 16 Jilid / juz dan dibuat 4 rangkap yakni satu rangkap buat di Jakarta, satu buat Pekalongan, satu buat Surabaya dan satu buat Palembang. Buku ini dinamakan buku Induk Syajarah Nasab Alawiyin yang saat ini dijadikan sebagai buku rujukan dalam pencatatan dan penelitian untuk menentukan kebenaran nasab setiap individu Alawiyin.

Mundur Dari Maktab Daimi

Pada tanggal 30 November 1956,Al Habib Ali bin Ja’far Asseggaff mengundurkan diri sebagai ketua di Maktab Ad Daimi. Namun demikian karena nasab ini sudah menyatu pada jiwanya maka beliau tetap mengadakan perjalanan ke berbagai tempat untuk mencatat dan meneliti nasab Alawiyin. Buku karya beliau ini selalu beliau bawa dalam penelitian di berbagai tempat. Dalam buku ini beliau mencatat hampir semua Alawiyin yang ada di seluruh Indonesia, Malaysia, Singapora, India, Afrika, Hadramaut, Turki dan Jazirah Arab lainnya.Buku 7 jilid ini semuanya berjumlah hampir 2000 halaman,selain buku ini beliau juga membuat catatan catatan dalam lembaran yang jumlahnya tidak terhitung.

Sosok kepribadian beliau sangat bersahaja,hampir sebagian besar kehidupan beliau digunakan untuk meneliti dan mengabdi kepada penjagaan nasab. Beliau adalah satu satunya Ahli Nasab terakhir yang tak dapat ditandingi oleh siapapun dengan Maha Karyanya yang hingga sekarang di jadikan rujukan utama dalam meneliti dan melacak kebenaran nasab seseorang khususnya buat keluarga para Habaib yang berasal dari Hadramaut.

Beliau memiliki berbagai sifat-sifat leluhurnya yang berbuat hanya mengharap ke Ridhaan ALLAH semata,beliau seorang putra terbaik Alawiyin yang sangat Ikhlas dalam berbuat.Salah satu sifatnya adalah Khumul(tak mau dikenal khalayak ramai) sehingga sampai saat ini banyak sekali orang tidak mengetahui akan peranan beliau yang sangat dominan dalam pemeliharaan kerapian dan kemurnian nasab ini. Namanya beliau tenggelam tertelan oleh nama nama orang yang masyhur/terkenal ataupun tertutupi nama organisasi yang di dalamnya beliau mengabdi. Sehingga sangat wajar sekali sampai saat ini orang tidak tahu sama sekali akan semua karyanya dan kita tak akan mendapatkan gambar gambar pribadinya di rumah rumah keluarga Alawiyin sebagaimana lazimnya kita lihat gambar para habaib habaib yang lainnya. Beliau adalah satu satunya Ahli Nasab,yang pertama dan terakhir yang dimiliki oleh keluarga Alawiyin dengan karyanya yang luar biasa. Walaupun setelah beliau ada yg melanjutkan mengurus nasab namun tak ada orang yang setara dan sekelas beliau sampai kapanpun.

Al Habib Ali bin Ja’far Asseggaff nikah dengan Syarifah Aisyah binti Abdullah bin Abdul Ma’bud bin Khidir bin Jarjis bin Ahmad Al Kadzimie Al Musawi Al Bagdadi di Jakarta,dari perkawinan ini lahirlah : 1.Syayyid Mustofa (wafat di Jakarta 1985) keturunan beliau saat ini semaunya ada di Jakarta 2.Syarifah Maryam (masih ada sampai saat ini di Jakarta) 3.syarifah Wasilah (wafat umur 5 tahun).Beliau juga nikah dengan Syarifah Tejun bin Yahya dan memiliki anak Syarifah Raguwan dan syarifah Salwa,saat ini Syarifah Tejun bin Yahya ada di Tuban Jawa Timur.

Beliau wafat di Jakarta pada tahun 1381 H / 1962 M dan dimakamkan di pekuburan karet wakaf (sekarang jadi sekolahan Said Naum) di Tanah Abang Jakarta Pusat,kemudian makam ini dibongkar dan dipindahkan oleh Gubernur DKI ke Pekuburan Umun Karet Jakarta. Sampai saat ini makam beliau tak diketahui letak pastinya karena saat pembongkaran kuburan keluarga beliau tak diajak beruding . Inilah suatu keadaan yang sangat sedih dan memprihatinkan sekali dan yang lebih memprihatinkan lagi banyaknya orang orang yang mengurus nasab namun tidak pernah mengenal akan beliau”An Nasabah Al Wali Al Habib Ali bin Ja’far Asseggaff.”Tiadalah orang dapat bersyukur kepada ALLAH sebelum dia dapat mengucapkan terima kasih kepada Mahluknya “.

Sumber Tulisan:
Manaqib An Nassabah Al Wali Al Habib Ali bin Ja'far Asseggaff oleh 'Alidien Hasan Al Ali bin Abdullah Asseggaff Jakarta, November 2008
READ MORE..
»»  READMORE...
 ((--AL HABIB SYEKH BIN SALIM AL ATTHOS--))
Habib Syekh bin Salim Al-Atthos lahir di Huraidhah, Hadramaut, Yaman, pada hari jum’at bulan Safar, 1311 H, tumbuh dewasa dalam lingkungan keluarga Ba ‘Alawi yang sangat religius. Masa pendidikannya dimulai dari ayahandanya sendiri, habib salim bin Umar bin Syekh Al-Athas ( wafat 1956 ). Sewaktu menginjak usia tujuh tahun, beliau berguru kepada Habib Abdullah bin Alwi Al-Athas, ulama yang lahir di Cirebon, kemudian menetap di huraidhah, dan mendirikan Masjid Ba ‘Alawi, beberapa waktu setelah kembali dari Haidrabad, India.


Habib Syekh bin Salim Al-Athas berguru kepada Habib Abdullah bin Alwi Al-Athas sepanjang siang dan malam, kecuali pada hari Jum’at di masjid Ba ‘Alawi. Di masjid itu pulalah beliau tinggal. Beliau juga memperoleh bimbingan dalam berbagai hal, terutama hal-hal yang berkaitan dengan kemuliaan pribadi. Beliau juga mempelajari beberapa ilmu Qiraat, seni membaca Al-Qur’an, di bawah bimbingan Syekh Sa’id bin Sabbah, yang sangat piawai dalam Qira’at Al-Qur’an. Pada usia 12 tahun beliau telah hafal Al-Qur’an secara sempurna.
  Ada kisah menarik tentang kepiawaiannya membaca Al-Qur’an, sebagaimana pernah beliau tunjukkan dalam suatu perayaan khatam Al-Qur’an yang dihadiri berbagai tokoh Alawiyin an para ulama besar. Di antara mereka terdapat Al-’Allamah Al-’Arifbillah Ahmad bin Hasan Al-Athas, ulama yang menguasai 10 jenis qira’at, yang kemudian menjadi guru utamanya.Sebagai orang yang haus ilmu, beliau berguru kepada beberapa ulama di berbagai tempat. Hampir semua cabang pengetahuan agama dipelajarinya dengan tekun. Beliau banyak menimba berbagai ilmu ushul dan furu’ ( pokok-pokok dan cabang pengetahuan islam ) kepada Habib Ahmad bin Hasan Al-Aththas. Selain itu, beliau juga menuntut berbagai cabang ilmu pengetahuan agama di Mekkah dibawah bimbingan Sayyid Ahmad Zaini Dahlan, seorang Mufti Mazhab Syafi’I.Bukan hanya belajar, Habib Syekh bin Salim juga gemar berdiskusi. Beliau sering menghadiri berbagai majelis bimbingan dan pengajaran agama di bawah pimpinan Habib Ahmad bin Hasan Al-Athas. Ulama yang sangat terkenal dengan suara dan lagunya ketika membaca Al-Qur’an.
===========================================================================
Adapun Ulama – ulama yang mengajar agama dan tasawuf kepada Habib Syekh bin Salim antara lain :
==========================================================================


• Habib Abdullah bin Alwi bin Hasan Al-Aththas ( penyusun kitab Sabilul Muhtadin )


• Habib Muhammad bin Salim bin Abu Bakar bin Abdullah bin Thalib Al-Aththas.


Ulama-ulama inilah yang bertindak sebagai Syekh Fathu ( pembimbing ilmu fiqih dan tarekat ) bagi Habib syekh bin Salim yang sekaligus juga mengkaji beberapa kitab, seperti Al-Bahjah, Al-Irsyad dan Al- Minhaj.


Beberapa guru Habib Syekh bin Salim yang lain :


• Habib Muhammad bin Alwi bin Syekh Al-Aththas.


• Habib Ahmad bin Abdurrahman As-Saqqaf.


• Habib Abdullah bin Umar Asy-Syatiri.


• Habib Alwi bin Abdullah bin Syahab.


• Habib Alwi bin Abbas Al-Maliki ( Mufti Al-Haramain Makkah )


• Habib Muhammad bin Hadi Assaqqaf dari Seiyun, Hadramaut.


Sebagai ulama tulen, beliau bertekad untuk berdakwah ke berbagai penjuru dunia. Pada tahun 1338 H / 1920 M, ketika usianya 27 tahun, Habib Syekh bin Salim berkunjung ke Indonesia, langsung menuju Tegal, Jawa tengah. Disana beliau menjalin silaturrahmi dengan para ulama, sesepuh dan pembesar setempat. Ketika itu di Indonesia sudah banyak tokoh Alawiyyin yang sudah bermukim.


Beberapa diantaranya, Habib Ahmad bin Abdullah bin Thalib Al-Aththas ( Pekalongan ), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Aththas ( Bogor ), Habib Muhammad bin Ahmad Al-Muhdhar ( Bondowoso ), Habib Abu Bakar bin Muhammad Assaqqaf ( Gresik ), Habib Alwi bin muhammad bin Thahir Al-Haddad ( Bogor ), 
Habib Ali bin Abdurrahman Al-Habsyi ( Kwitang, Jakarta ) dan Habib Sholeh bin Muhsin Al-Hamid ( Tanggul, Jember ).


Kedatangan Habib syekh bin Salim Al-Athas menambah semarak perjuangan dan dakwah islam di Indonesia. Beliau menjalin silaturrahmi dengan para ulama tanah air, seperti Prof.Dr. Buya Hamka ( Jakarta ), KH.Hasyim Asy’ari ( Jombang ), KH.Ahmad Sanusi ( Sukabumi ) KH.Bisri Syamsuri ( Jombang ), KH.Ahmad Dahlan ( Jogja ), Prof. Syafi’i Abdul Karim ( Surabaya ), Prof. Hasbie Ash-Shiddiqy ( Jogjakarta ), Dr.Shaleh Su’aedi ( Jakarta ), Sayyid Abu Bakar bin Abdullah bin Muhsin Al-Aththas ( Jakarta ), Sayyid Abdullah bin Salim Al-Aththas ( Jakarta ), Sayyid Alwi bin Abu Bakar bin Yahya ( Solo ), sayyid Idrus bin Umar Al-Masyhur ( Surabaya ), Sayyid Umar Asseqqaf ( Semarang ) dan Sayyid Ahmad bin Ghalib Abu Bakar ( Surabaya ).


Mencermati perjuangan kaum muslimin Indonesia saat itu tak bisa lain bagi Habib Syekh bin Salim kecuali ikut berjuang melawan penjajah Belanda. Tak ayal, gerak-geriknya pun selalu diincar oleh kaum kafir kolonialis itu. Untuk menghindari intel Belanda, beliau menempuh taktik cukup jitu, yaitu berdakwah ambil berniaga. Maka mulailah beliau berjalan kaki keluar masuk kampung menyelusuri Tegal dan sekitarnya. Di kota Bahari inilah beliau menikah dengan seorang putri dari keluarga bangsawan Tegal, Raden Ali. Dan sejak itu di Tegal beliau sangat disegani oleh berbagai lapisan masyarakat.


Dalam kapasitasnya sebagai ulama dan pemimpin masyarakat, Habib Syekh bin salim berusaha mendorong dan menggalang kebersamaan dan kerukunan di antara kaum muslimin dalam bingkai roh kemanusiaan. Beliau juga mengajarkan kitab-kitab klasik yang memuat pokok-pokok dan cabang pengetahuan agama, baik ubudiah ( peribadatan ) maupun muamalah ( kemasyarakatan ). Dalam waktu yang relatif singkat beliau mampu menjalin pergaulan dan persahabatan dengan para ulama dan sesepuh di pelbagai daerah.


Beliau bahkan sempat pula berpartisipasi dalam kancah politik meski dalam waktu yang singkat. Dalam setiap diskusi diskusi, beliau tidak pernah menangkis wacana kaum moderat yang mencuat di tengah masyarakat multi etnik dan kultur- tanpa argumentasi kuat. Beliau senantiasa mencetuskan pemikiran-pemikiran konstruktif, mengonsolidasi segala aspirasi dan perbedaan antar golongan dengan konsep jalan tengah penuh hikmat demi kemaslahatan bersama.


Acapkali beliau menjawab berbagai persoalan dengan kalimat bijak dan sederhana, selaras dengan firman Allah swt, seperti, “Serulah mereka ke jalan tuhanmu dengan hikmah dan anjuran baik”. Juga pesan Rasulullah saw, seperti, “Gembirakanlah dan janganlah buat mereka lari. Permudahlah urusan mereka dan janganlah dipersulit”.


Habib Syekh bin Salim dikenal piawai terutama dalam bidang Fiqih, Sastra dan Tarikh. Kitab-kitab yang diajarkannya, antara lain :


• Al-Umm ( Imam Syafi’i )


• Ar-Risalah ( Imam Syafi’i )


• Al-Muhadzab ( Syekh Abu Ishaq As-Syairazy )


• Tuhfatul Muhtaj dan Fathul Jawwad ( Syekh Ibnu Hajar Al-Haitamy )


• Nihayatul Muhtaj ( Imam Ramli )


• Fathul Wahhab ( Syekh Zakariya Al-Anshary )


• Fathul Mu’in ( Syekh Zainudin Al-Maibari )


• Tafsir Sirajul Munir ( Imam Khatib As-Syabainy )


• Tafsir Al-Jalalain ( Imam Mahali dan Imam Suyuthi )


• Shahih Bukhari dan Shahih Muslim


• Ihya Ulumuddin ( Imam Ghazali )


• Al-Hikam ( Syekh Ibnu ‘Atha’aillah )


• Ar-Risalah ( Syekh AlQusyairy )


• Al-Alfiyyah ( Syekh Ibnu Malik )


• Jauhar Maknun ( Syekh Abdurrahman Al-Ahdhary )


• ‘Uqudul Juman ( Syekh Jalaludin As-Suyuthy )


  Gaya Habib Syekh bin Salim berdakwah cukup unik. Beliau selalu memberi hadiah para santri yang hadir pada hari selasa hinggan sabtu berupa uang jalan. Mereka juga mendapat hadiah beberapa kitab. Belum lagi jamuan makan dan minum. Selesai shalat Asar, terutama di bulan Ramadhan, beliau selalu menggelar majlis Rauhah dengan menelaah dan mengkaji ulang pelbagai kitab karangan salafus shalih. Tak mengherankan jika para santrinya sangat banyak. Tidak sedikit anak didiknya yang dibelakang hari menjadi tokoh masyarakat atau mubaligh, terutama di Jawa barat.


Ulama-ulama yang pernah menjadi santrinya, antara lain :


• K.H. Abdullah bin Husein ( Pabuaran, guru para Kiai di Sukabumi )


• K.H. Ajengan Juragan Nuh ( Ulama tertua di Cianjur )


• K.H. Ajengan Abdullah bin Nuh, putra K.H. Juragan Nuh ( pendiri pondok pesantre Al-Ihya, Bogor )


• K.H. Ajengan Muhammad Syuza’i ( Ciharashas, Cianjur )


• K.H. Ajengan Idris Zainudin ( Cipetir, Sukabumi )


• K.H. Ajengan Munawar ( Cilaku, Sukabumi )


• K.H. Ajengan Muhammad Masthuro ( Tipar, Sukabumi ) pendiri Pondok Pesantren
Al-Masturiyah, yang dimakamkan disamping makam Habib Syekh bin Salim Al-Aththas.


• K.H. Ajengan Abdullah Sanusi ( Sukamantri, Sukabumi )


• K.H. Ajengan Abdullah Mahfudz ( Babakan Tipar, Sukabumi )


• K.H. Ajengan Shalahuddin ( Pasir ayam, Cianjur )


• K.H. Ajengan Ahmad Nadziri ( Cijurai, Sukabumi )


• K.H. Ajengan Zubaidi ( Dangdeur, Cijurai )


• K.H. Ajengan Ahmad Zarkasyi Sanusi ( Gunung Puyuh, Sukabumi )


• K.H. Ajengan Badri Sanusi ( Gunung Puyuh, Sukabumi )


• K.H. Ajengan Syafi’i ( Nyalindung, Sukalarang, Sukabumi )


• K.H. Ajengan Ilyas dan para putranya ( Bogor )


• K.H. Ustadz Sholeh ( Ranca, Bali, Cianjur )


• K.H. Ajengan Endang Muhyiddin ( Jambu Dwipa, Cianjur )


• K.H. Ajengan Muhammad Suja’i ( Pakuan, Parung kuda, Sukabumi )


• K.H. Ajengan Aang Syadzili ( cibereum, Sukabumi ).


   Habib Syekh bin salim Al-Atthos memang sempat tinggal di Sukabumi. Beliau bahkan dikenal sebagai Mujahid ( Pejuang ) kemerdekaan Republik Indonesia. Sejak 1942, 
bersama K.H. Ahmad Sanusi ( Sukabumi ) dan para tokoh pejuang lainnya, beliau berjuang melawaqn kolonialis Belanda. Keberadaan beliau di Sukabumi sempat membuat tatanan masyarakat di kota itu jadi lain. Beliau menjadi sandaran bagi umat yang tengah menghadapi berbagai problem hidup. Beliau juga sempat duduk sebagai Rais Mustasyar ( Ketua dewan Pertimbangan ), disamping membantu pembangunan dan kemajuan beberapa Pondok Pesantren di berbagai daerah Sukabumi.sebagai panutan masyarakat, 
Habib Syekh bin Salim memiliki Ahlak yang luhur dan dermawan, terutama terhadap masyarakat lemah dan miskin. Beliau juga sangat menghormati dan memuliakan ulama dan orang-orang saleh, hingga rumah beliau menjadi ma’wa ( tempat tujuan ) dan persinggahan para tamu dari berbagai lapisan, dari dalam dan luar negeri, khususnya dari Timur tengah, lebih khusus lagi dari Yaman.
   Habib Syekh bin Salim Al-Atthos wafat pada hari sabtu, 25 Rajab 1398 H / 1 Juli 1978 M, dalam usia 86 tahun, dikebumikan di Masjid Jami’ Tipar, Sukabumi. Tokoh dan Ulama yang melakukan Takziah ( melayat ). Antara lain : Habib Abdullah bin Husein Asy-Syami Al-Aththas dan Habib Hasan bin Abdullah Asy-Syatiry-yang bertindak sebagai Imam dalam shalat jenazah.
READ MORE..
»»  READMORE...